Wednesday, July 20, 2016

PELATIHAN PENANGGULANGAN KEGAWAT DARURATAN DI LAPANGAN



PELATIHAN PENANGGULANGAN KEGAWATDARURATAN DI LAPANGAN BAGI PERSONEL TIM KESEHATAN LAPANGAN DENKESYAH 02.04.04 PALEMBANG SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN PROFESIONALISME


BAB I
PENDAHULUAN

1.       Umum
          a.       Kesehatan Angkatan Darat mempunyai fungsi utama untuk menyelenggarakan dukungan kesehatan dan pelayanan kesehatan dalam rangka mendukung tugas pokok TNI AD. Salah satu dari tugas pokok Kesehatan Angkatan Darat itu adalah memberikan dukungan kesehatan yang  merupakan penyelenggaraan bantuan administrasi kesehatan, ditujukan  secara langsung untuk mendukung satuan TNI AD yang bertugas operasi atau dalam rangka penggunaan kekuatan maupun latihan.

          b.       Detasemen Kesehatan Lapangan merupakan ujung tombak Kesehatan Kodam yang bertugas menyelenggarakan dukungan kesehatan di lapangan dengan memberikan pertolongan bagi prajurit yang sakit maupun yang menjadi korban selama latihan atau pertempuran, khususnya pada saat prajurit berada dalam kegawatdaruratan. Kegawatdaruratan di lapangan yang dialami oleh prajurit harus segera ditanggulangi oleh prajurit yang lain khususnya prajurit/satuan kesehatan lapangan, agar prajurit tersebut dapat segera tertolong jiwanya dan terhindar dari cedera, kecacatan maupun kematian.

          c.       Personel Tim Kesehatan Lapangan Denkesyah 02.04.04 Palembang dalam menangani kasus kegawatdaruratan di lapangan sering tidak sesuai dengan harapan, walaupun sudah dilakukan pendidikan dan pelatihan, tapi tidak dilakukan secara teratur, terstruktur dan periodik, dengan demikian perlu dilakukan pelatihan penanganan kegawatdaruratan dengan metode yang lebih baik dengan persiapan yang lebih baik sehingga nantinya tiap personil detasemen kesehatan lapangan dapat melakukan dukungan kesehatan dengan lebih profesional.
         
2.           Maksud dan Tujuan

          a.       Maksud.      Memberikan gagasan dan gambaran kepada pimpinan tentang upaya peningkatan kemampuan penanganan kegawatdaruratan dilapangan bagi personil Tim Kesehatan Lapangan Denkesyah 02.04.04 dalam rangka memberikan dukungan kesehatan di Kodam II/Swj.

          b.       Tujuan.       Untuk dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi Komando Atas tentang situasi dan kondisi Tim Kesehatan Lapangan Denkesyah 02.04.04  saat ini.

3.       Ruang Lingkup dan Tata Urut.   Ruang lingkup tulisan ini meliputi upaya yang dilakukan dalam rangka meningkatkan kemampuan personel Tim Kesehatan Lapangan Denkesyah 02.04.04  dalam rangka menangani kegawatdaruratan dilapangan, dengan tata urut sebagai berikut :
          a.       Pendahuluan.
          b.       Latar Belakang Pemikiran.
          c.       Kemampuan Penanganan Kegawatdaruratan saat ini.
          d.       Faktor-faktor yang Mempengaruhi.
e.       Kemampuan Penanganan Kegawatdaruratan yang Diharapkan.
f.        Upaya Peningkatan Kemampuan Penanggulangan Kegawat- daruratan.
g.       Penutup.

4.       Metode dan Pendekatan.       Adapun metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode empiris analisis terhadap pengalaman penulis selama bertugas dengan pendekatan kepustakaan dan referensi-referensi yang ada.

5.       Pengertian

          a.       Dukungan Kesehatan adalah segala upaya kesehatan yang meliputi usaha, pekerjaan dan kegiatan yang berhubungan dengan penyelenggaraan Banminkes yang bertujuan secara langsung untuk mendukung latihan, tugas operasi dan kegiatan lapangan lainnya termasuk bankes.
         
          b.       Kesehatan Lapangan adalah Kesehatan Kemiliteran Khas Matra Darat yang melibatkan semua faktor yang berpengaruh dalam melaksanakan dukungan kesehatan untuk Satuan-satuan TNI AD di lapangan dan di daerah operasi.

          c.       Evakuasi adalah kegiatan memindahkan korban/penderita dari instalasi kesehatan terdepan ke instalasi kesehatan yang lebih tinggi untuk mendapatkan pertolongan medik yang lebih sempurna.

          d.       Advance Trauma Life Support (ATLS) adalah pelatihan penanganan trauma lanjut yang diikuti oleh tenaga medis/dokter, atas rekomendasi IKABI (Ikatan Ahli Bedah Indonesia).

          e.       Basic Trauma Life Support (BTLS) adalah pelatihan penanganan trauma dasar yang diikuti oleh tenaga paramedis/perawat, atas rekomendasi IKABI (Ikatan Ahli Bedah Indonesia).
         

         

BAB II
LATAR BELAKANG PEMIKIRAN


6.       Umum.        Keberhasilan pelaksanaan tugas pokok Kesehatan Angkatan Darat ditentukan sejauh mana efektifitas pelaksanaan pembinaan fungsi tehnis kesehatan dalam rangka penyelenggaraan dukungan kesehatan maupun pelayanan kesehatan dapat dilakukan secara terus menerus, bertahap, bertingkat dan berlanjut. Pembinaan kesehatan dilaksanakan bertujuan agar penggunaan Kesehatan baik dalam dukungan kesehatan maupun pelayanan kesehatan dapat dilaksanakan secara optimal, efektif dan efisien. Pelatihan penanganan kegawatdaruratan di lapangan bertujuan meningkatkan kemampuan dan kualitas dukungan kesehatan satuan kesehatan di jajaran TNI AD sehingga setiap saat selalu siap melakukan dukungan kesehatan terhadap personil TNI AD yang  melakukan tugas operasi, latihan dan penugasan / kegiatan lapangan lainnya.

7.       Landasan Historis.
a.            Pembinaan Sumber Daya Prajurit TNI.   Manusia merupakan suatu perpaduan jiwa dan jasmani, yang mana satu sama lainnya tidak dapat dipisahkan. Untuk itu dalam pelaksanaan pelatihan di samping dapat meningkatkan kemampuan prajurit juga sekaligus dapat meningkatkan rasa percaya diri. Dalam pelaksanaan pelatihan harus disesuaikan dengan latar belakang pendidikan prajurit dengan selalu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan tidak mengabaikan aturan dan ketentuan yang berlaku  serta harus dilakukan secara sistematis sehingga berhasil guna dan berdaya guna. Dalam pelaksanaan pelatihan juga harus ada standarisasi terhadap sistematika pembinaan, sarana-prasarana dan Alpal yang digunakan, dan juga dalam penerapan materi latihan harus dilaksanakan secara ilmiah dan dapat dipertanggungjawabkan secara kedokteran. Pembinaan dan pelatihan personel militer diarahkan untuk terwujudnya prajurit kesehatan yang profesional sehingga dapat dan mampu melaksanakan tugas secara berhasil guna dan berdaya guna.

b.       Jati Diri TNI.   Jati diri TNI terbentuk oleh proses perjuangan panjang bangsa Indonesia umumnya dan perjuangan TNI  AD khususnya dalam merebut dan mempertahankan serta menegakkan kemerdekaan, kedaulatan dan keutuhan wilayah NKRI yang menunjukkan jiwa semangat dan tekad pengabdian. Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat sebagai tentara rakyat yang berasal dari rakyat dan berjuang bersama rakyat, tentara pejuang, tentara yang berjuang menegakkan NKRI, rela berkorban dan tidak mengenal menyerah dalam melaksanakan tugasnya serta tentara nasional yaitu tentara yang bertugas demi kepentingan bangsa dan negara di atas segalanya, sehingga diharapkan akan tercipta suatu kondisi mental yang baik di dalam setiap jiwa prajurit untuk dapat menolong setiap prajurit yang sakit atau cidera selama bertugas.

c.       Profesionalitas Prajurit TNI.   Perkembangan lingkungan strategis sangat berpengaruh terhadap penyelenggaraan pertahanan negara yang melibatkan sumber daya manusia sebagai potensi utama. Tentara Nasional Indonesia sebagai komponen utama dalam sistem pertahanan negara dituntut untuk mengupayakan penyempurnaan, melalui peran TNI AD dan Tugas TNI AD. Dihadapkan pada kondisi tersebut, TNI AD perlu melakukan upaya-upaya peningkatan profesionalisme baik di bidang kesenjataan maupun sumber daya manusia. Dalam membangun kekuatan personilnya, materi pelatihan kegawatdaruratan yang telah ada perlu ditingkatkan dan lebih dioptimalkan guna mendapatkan profesionalisme prajurit yang handal dan mampu melaksanakan tugas secara berhasil dan berdaya guna.

8.       Landasan  Konstitusional.  
a.       Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan hukum dasar tertulis negara Republik Indonesia yang memuat dasar dan garis besar hukum dalam penyelenggaraan negara. Dalam pembukaannya tertuang antara lain pokok pikiran tentang penyelenggaraan pertahanan negara yang dijiwai Pancasila, bahwa negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Sedangkan Pasal 30 BAB XII tentang   Pertahanan dan Keamanan Negara menyatakan tentang hak dan kewajiban tiap-tiap warga negara dan syarat-syarat tentang pembelaan  diatur dengan undang-undang.

b.       Undang-undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia, sebagai landasan dalam pembinaan dan penggunaan kekuatan TNI-AD yang memuat antara lain Jati Diri, kedudukan, peran, fungsi dan tugas TNI, postur dan organisasi serta penggunaan TNI. Dalam  pelaksanaannya sangat berkaitan erat dengan penanggulangan kegawatdaruratan yang diberikan kepada personel TNI-AD yang  berada di lapangan dan yang sedang berada di daerah operasi.

9.       Landasan Operasional.  Petunjuk induk tentang kesehatan merupakan pedoman dalam pelaksanan fungsi-fungsi kesehatan agar berjalan dengan baik, sehingga upaya dalam rangka peningkatan profesionalisme personil Tim Kesehatan Lapangan melalui pelatihan kegawatdaruratan di lapangan  harus berpedoman kepada petunjuk induk mengenai kesehatan ini.

10.     Dasar Pemikiran
a.       Tugas pokok Tim Kesehatan Lapangan adalah melaksanakan kegiatan preventif, kuratif dan evakuasi di lapangan guna mengatasi keadaan darurat dan keadaan lain sesuai  perintah Kakesdam serta melaksanakan kegiatan pelayanan  dan dukungan kesehatan yang bersifat mobile sesuai perintah Kakesdam atas pengarahan Pangdam. Tim Kesehatan Lapangan melaksanakan Dukungan Kesehatan pada setiap operasi dan kegiatan terbatas pada wilayah Kodam harus memiliki kemampuan melaksanakan Longdarlap trauma tingkat dasar atau Basic Trauma Life Support (BTLS) dan Longdarlap trauma tingkat lanjutan atau Advance Trauma Life Support (ATLS).

b.       Untuk dapat melaksanakan tugas pokok perlu adanya pembenahan dengan mengacu pada buku petunjuk induk kesehatan TNI AD, buku petunjuk operasi Kesehatan TNI AD dan buku petunjuk pembinaan kesehatan TNI AD dengan harapan dapat dijadikan pedoman dalam penyelesaian tugas pokok.

c.       Kegawatdaruratan di lapangan yang dialami oleh prajurit akibat korban pertempuran atau latihan harus segera ditanggulangi oleh prajurit yang  lain khususnya prajurit/satuan kesehatan lapangan, sehingga prajurit tersebut dapat tertolong jiwanya dan terhindar dari cidera, kecacatan dan kematian. Agar penanganan kasus kegawatdaruratan di lapangan dapat dilaksanakan dengan cepat, tepat dan benar serta berhasil dan berdaya guna, maka perlu dilakukan pelatihan yang terus menerus dan berkesinambungan, sehingga peningkatan profesionalisme yang diharapkan dapat tercapai.



BAB  III
KEMAMPUAN PENANGANAN KEGAWATDARURATAN  SAAT INI

 


11.    Umum. 

a.       Pembinaan personel kesehatan di satuan pada dasarnya harus dapat mewujudkan kemampuan yang diperlukan dalam rangka melakukan dukungan kesehatan untuk mendukung tugas pokok TNI AD. Dalam rangka melakukan dukungan kesehatan diperlukan kemampuan melakukan pertolongan kegawatdaruratan di lapangan, sehingga dapat mencegah terjadinya cidera, kecacatan, infeksi dan bahkan kematian prajurit, serta mempermudah pertolongan lanjutan, sehingga meminimalkan kerugian bidang personel.

 

b.       Sistem pembinaan kemampuan penanganan kegawatdaruratan saat ini masih dirasakan kurang dan belum sesuai dengan yang diharapkan, hal tersebut dapat dilihat dari beberapa aspek penanganan kegawatdaruratan yaitu : Bantuan Hidup Dasar, pertolongan terhadap trauma, pertolongan terhadap syok, pertolongan terhadap henti jantung dan pertolongan terhadap sengatan panas. Di samping itu pembinaan terhadap kemampuan penanganan kegawatdaruratan di jajaran kesdam II/Swj belum mendapat perhatian serius sehingga perlu adanya perbaikan-perbaikan secara terus menerus dan berkesinambungan.



12.     Bantuan Hidup Dasar.           
a.       Penilaian Korban.         
1)       Disadari atau tidak, bahwa dalam melakukan penanganan kegawatdaruratan personel kesehatan lapangan sering tidak memperhatikan urut-urutan dan prosedur standar yang seharusnya dilakukan. Dalam melakukan penilaian terhadap penderita yang pertama kali dinilai atau ditanyakan adalah tekanan darah penderita. Padahal seperti diketahui bahwa sumbatan jalan nafas merupakan pembunuh tercepat, dalam beberapa menit korban akan mengalami kematian bila tidak mendapatkan oksigen. Sehingga dalam melakukan penilaian terhadap korban yang mengalami kegawatdaruratan yang pertama kali seharusnya diperhatikan adalah terbukanya jalan nafas, segera setelah diketahui adanya sumbatan jalan nafas, bebaskan jalan nafas dengan menarik dagu (chinlift) atau mendorong rahang bawah (jawtrust) tanpa menyebabkan pergerakan pada tulang leher, ataupun cara-cara lain tergantung pada jenis sumbatannya. Untuk menjamin agar tulang leher tetap berada dalam garis lurus, pada penderita trauma agar dipasang penyangga leher (collarbrace) sampai terbukti tidak ada cidera tulang leher. Karena keterbatasan sarana yang dimiliki dan ketidak tahuan sering hal ini diabaikan.

2)       Pada korban yang mengalami sesak nafas ataupun syok, oksigen yang sampai ke jaringan tidak cukup karena penyerapan di paru yang terganggu ataupun kerena pengalirannya melalui darah kejaringan yang tidak adekuat, untuk meningkatkan oksigen yang diserap dan untuk meningkatkan oksigen yang terlarut di darah sehingga dapat meningkatkan oksigen sampai ke jaringan maka yang dilakukan adalah meningkatkan oksigen yang dihirup dengan memberikan oksigen semaksimal mungkin kalau bisa sampai 100% kemudian diturunkan seminimal mungkin sampai keadaan korban tetap baik. Di lapangan sering ditemukan bahwa karena keterbatasan perlengkapan dan oksigen yang ada, korban hanya diberi oksigen menggunakan kanul hidung dengan aliran 2 – 4 l / menit dimana hanya dapat memberikan oksigen ke pernafasan maksimal sebesar 30 %.

3)       Sering juga terjadi pada pasien trauma dengan perdarahan yang menonjol, yang selalu menjadi fokus penanganan adalah pada perdarahan tersebut tanpa memperhatikan penilaian terhadap airway dan breathing. Karena kurangnya latihan, pada korban yang seharusnya dipasang infus, personil kesehatan lapangan sering mengalami kesulitan, karena kurangnya kemampuan, bahkan korban sering tidak diinfus. Sambil menunggu pemasangan infus, pada pasien yang mengalami syok, tindakan yang seharusnya dapat segera dilakukan  adalah melakukan posisi syok, hal ini sering tidak diketahui oleh personel kesehatan lapangan.

b.       Stabilisasi dan Evakuasi Korban.     Karena kepanikan dan ketidak- mampuan dalam penanganan korban, sering terjadi korban yang belum stabil, dimana masih ada obstruksi jalan nafas, masih syok, belum terpasang infus, korban sudah di evakuasi. Sehingga sering ditemukan korban memburuk selama perjalanan bahkan meninggal tanpa dapat ditangani secara adekuat selama perjalanan evakuasi.

13.     Pertolongan terhadap Trauma.       Pada prajurit yang mengikuti latihan maupun pertempuran sering mengalami trauma akibat kecelakaan. Trauma dapat terjadi akibat benturan benda tumpul, benda tajam dan tembakan senjata api. Pada korban yang mengalami trauma sering mengalami syok, dimana hal ini memerlukan pemasangan infus untuk memasukkan cairan maupun untuk transfusi dengan tidak melupakan  tindakan ABC. Perlu di lakukan pelatihan agar tindakan pemasangan infus dapat dilakukan dengan cepat dan benar, sehingga penderita yang mengalami syok akibat perdarahan dapat tertolong. Untuk menghentikan perdarahan dapat dilakukan dengan memasang bebat tekan. Pemasangan tourniquet sekarang tidak dianjurkan lagi, karena sering menyebabkan kematian jaringan di distalnya, sehingga sering menyebabkan terjadinya tindakan amputasi.



14.     Pertolongan terhadap Syok dan Henti Jantung.
a.       Syok terjadi bila terdapat kekurangan cairan tubuh atau kehilangan darah dalam jumlah yang cukup banyak sehingga jantung tidak mampu mengalirkan darah ke seluruh tubuh dalam jumlah memadai. Untuk mencegah terjadinya syok akibat perdarahan maka penanganan pertama dari setiap luka yang disertai perdarahan adalah menghentikan perdarahan dengan menggunakan pembalut tekan pada luka. Penggunaan tourniquet sudah tidak dianjurkan lagi. Apapun penyebab syok, sambil menunggu pemasangan infus dengan kanul diameter yang besar, maka dilakukan posisi syok. Posisi syok ini belum populer pada prajurit kesehatan.

b.       Pada korban yang mengalami henti jantung maka dilakukan tindakan resusitasi (Resusitasi Jantung Paru / RJP). Tehnik RJP yang sekarang digunakan adalah tahun 2005. Tapi di lapangan tehnik RJP tahun 2000 masih digunakan, dimana dibandingkan dengan tehnik tahun 2005 sudah banyak mengalami  perubahan.

15.     Pertolongan terhadap Sengatan Panas.   Latihan fisik berat di tempat panas yang berlangsung lama dapat menyebabkan terjadinya penumpukan panas dalam tubuh. Penumpukan panas yang sangat tinggi dapat menyebabkan kerusakan pada pusat pengaturan suhu tubuh di otak, akibatnya suhu tubuh meningkat terus di atas 41°C disertai terganggunya fungsi otak, jantung dan ginjal. Kasus Sengatan Panas ini harus segera mendapatkan pertolongan. Penanganan yang tidak optimal dapat menyebabkan kematian, sehingga perlu dilakukan pelatihan yang terus menerus dan berkesinambungan agar penanganan sengatan panas ini dapat dilakukan secara optimal sehingga tidak menimbulkan kerugian personel.




BAB IV
FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

16.       Umum.

a.     Dukungan kesehatan dapat   terlaksana secara optimal harus ditunjang dengan personel yang handal dan profesional dilengkapi dengan sarana dan prasarana pendukung ( alkes dan obat – obatan ) yang memadai.

b.      Keberhasilan    pelaksanaan    dukungan   kesehatan   dipengaruhi   oleh  faktor – faktor dari luar maupun dari dalam, pengaruh dari luar adalah tergantung pada jenis penugasan, medan tugas dan alat peralatan yang tersedia. Sedangkan pengaruh dari dalam adalah moril, disiplin, latarbelakang pendidikan, kemampuan dan ketrampilan personel.

a.            Dengan demikian agar dukungan kesehatan dapat terlaksana secara optimal maka faktor – faktor yang berpengaruh seperti tersebut diatas harus dapat diatasi.

17.       Faktor Internal

a.            Faktor  yang merupakan kekuatan.   Personel Detasemen Kesehatan Lapangan  merupakan personel yang  sudah berpengalaman dalam penugasan. Bermacam tugas sudah dijalani, terutama penugasan selama terjadi kerusuhan di Ambon, dari tahun 1999 sampai dengan tahun 2004. Jenis penugasan yang diberikan kepada satuan TNI AD yang akan melaksanakan tugas operasi maupun latihan akan mempengaruhi satuan kesehatan lapangan yang akan melaksanakan dukungan Kesehatan khususnya di dalam perencanaan  dan persiapannya. Kemudian apabila permintaan dukkes melebihi jumlah anggota organik Detasemen Kesehatan Lapangan, maka dapat meminta bantuan ke Rumah Sakit Tk II dr. AK Gani dan Mako Kesdam untuk dukungan personil. Sehingga dengan jumlah personel tiga puluh tiga persen tugas Detasemen Kesehatan Lapangan untuk sementara ini dapat berjalan akan tetapi untuk berkembang lebih jauh kedepan cukup mengalami kendala.

b.         Faktor  yang merupakan kelemahan        Rendahnya tingkat disiplin prajurit  dilapangan  sehingga dapat mencoreng nama baik  Kesatuan. Keterlambatan anggota ke tempat lokasi penugasannya, tidak lengkapnya perlengkapan yang harus dibawa, ataupun personil yang bertugas tidak berada di posnya pada saat diperlukan merupakan beberapa contoh ketidak disiplinan prajurit Detasemen Kesehatan Lapangan.

18.        Faktor Eksternal       

a.        Faktor  yang merupakan peluang

1)               Fasilitas pendidikan. Tersedianya fasilitas pendidikan baik di lembaga    pendidikan    formal   maupun   non   formal  sesuai kejuruan masing  - masing. Adanya fasilitas Akademi Perawat Kesdam II/Swj, Poltekes Pemda Maluku, dan Perguruan Tinggi baik yang negeri maupun yang swasta.

2)               Latihan Satuan.  Telah dilaksanakan  guna memelihara kualitas dan profesionalisme personel. Baik yang dilaksanakan di Detasemen Kesehatan Lapangan sendiri ataupun oleh Kesehatan Daerah Militer II/Swj, tapi pelaksanaannya tidak teratur dan tidak terprogram sehingga tidak dapat mencapai tujuan yang diinginkan.

3)               Keteladanan pimpinan.     Merupakan motivasi bagi anggota untuk membangkitkan etos kerja, sesuai dengan 11 azas kepemimpinan yaitu Ing Ngarso Sung Tulodo, dimana seorang pemimpin harus dapat menjadi contoh bagi anak buahnya. Tauladan merupakan sifat yang paling utama dalam kepemimpinan, tauladan berarti dapat menunjukkan sikap dan perilaku yang baik sesuai norma-norma kepribadian TNI pada khususnya dan kepribadian bangsa Indonesia umumnya.

4)               Pembinaan personel , hukum dan tata tertib.     Penegakan disiplin,  hukum dan tata tertib harus  dilaksanakan secara baik untuk mencegah terjadinya pelanggaran, yaitu dengan menyampaikan perhatian dan mengingatkan anggota saat mengambil apel ataupun melalui ceramah dari Kumdam, memberikan teguran, tindakan disiplin maupun tindakan hukum apabila terjadi pelanggaran sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan  yang berlaku.

5)               Tersedianya fasilitas olah raga dan hiburan, seperti lapangan voli, badminton, tenis meja, maupun perlengkapan  untuk karaoke yang di siapkan di Rumah Sakit tk III Ambon.

b.            Faktor  yang merupakan kendala

1)                Materiil.   Keterbatasan Sarana  prasarana, hal ini merupakan hambatan peningkatan profesionalisme personel dan kelancaran tugas. Keterbatasan peralatan untuk memberikan bantuan hidup dasar, seperti perlengkapan oksigenasi, penyangga tulang leher, maupun  alat-alat diagnostik seperti tensimeter, stetoskop, dan sebagainya, disamping tidak ada, juga peralatan yang ada banyak yang rusak akibat sudah tua.

2)              Adanya keterbatasan anggaran sehingga program tidak dapat berjalan sesuai rencana. Terutama untuk melaksanakan pelatihan dan pemeliharaan sarana dan prasarana yang ada.

3)       Rendahnya tingkat kesejahteraan prajurit sehingga cendrung untuk mencari penghasilan tambahan diluar jam dinas, yang sering mengganggu pelaksanaan tugas pokoknya. Rendahnya gaji prajurit dibandingkan dengan kemahalan harga-harga barang, dimana tidak ada kompensasi  kemahalan.

4)       Rendahnya kemampuan personel dalam menangani kegawatdaruratan dilapangan, hal ini dikarenakan kurang teraturnya pelaksanaan latihan dan tidak adanya kesempatan untuk mengikuti pendidikan/kursus kejuruan kesehatan lapangan. Semua personil tidak ada yang pernah mengikuti pendidikan pengembangan spesialisasi/kejuruan seperti susjurbawatkeslap, susjurbabedahlap, maupun BTLS (Basic Trauma Life Support). 

 

BAB V
KEMAMPUAN PENANGANAN KEGAWATDARURATAN
YANG DIHARAPKAN

19.       Umum.     Kegiatan penanggulangan kegawatdaruraan di lapangan dapat dilaksanakan dengan baik sesuai tujuan apabila dilakukan sesuai prosedur/tahapan yang yang telah ditetapkan. Dengan demikian pencegahan terhadap kematian, kecacatan dan terjadinya infeksi serta kemudahan petugas medis dalam menangani korban selanjutnya baik selama evakuasi korban maupun penanganan korban lanjutan di Rumah Sakit dapat berjalan dengan baik. Beberapa pengetahuan dan ketrampilan yang harus dimiliki personil kesehatan untuk dapat menanggulangi kegawatdaruratan di lapangan antara lain melakukan bantuan hidup dasar, pertolongan terhadap trauma, pertolongan terhadap syok, pertolongan henti jantung dan pertolongan terhadap sengatan panas serta ketrampilan lainnya yang disesuaikan dengan kasus-kasus kesehatan lapangan yang sering ditemukan di wilayah penugasan.


20.     Pemberian Bantuan Hidup Dasar (BHD).  Korban akibat pertempuran mau- pun   latihan dapat terjadi di mana saja dan mengenai siapa saja. Pertolongan yang cepat dan tepat akan sangat membantu mencegah kematian atau kecacatan pada korban. Setiap prajurit kesehatan atau prajurit yang berada di dekat korban adalah orang yang berkewajiban untuk melakukan pertolongan pertama. Teknik pertolongan pertama di lapangan berupa bantuan hidup dasar secara sistematis dilakukan dengan urut-urutan sebagai berikut: Penilaian Korban, Resusitasi Kedaruratan, Stabilisasi Korban dan evakuasi korban.

          a.       Penilaian Korban.                   Penilaian pertama kali tentang kondisi korban oleh penolong pertama sangat menentukan dalam pertolongan pertama di lapangan. Dari penilaian korban untuk pertama kalinya inilah dapat ditentukan pertolongan yang dibutuhkan dengan cara cepat dan tepat. Cara penilaian kondisi korban yang benar dan sistematis adalah :   A = Airway (penilaian terhadap jalan nafas), B = Breathing (penilaian terhadap pernafasan), dan C = Circulation (penilaian terhadap jantung dan peredaran darah).
1)       Airway (jalan nafas).         Jalan nafas dimulai dari mulut dan hidung ke tekak (faring) lalu ke pangkal tenggorok (laring) dan batang tenggorok (trakea). Sumbatan pada jalan nafas adalah pembunuh tercepat. Sumbatan jalan nafas dapat bersifat total maupun sebagian, dan dapat disebabkan oleh benda padat maupun cairan. Tindakan yang harus dilakukan bila menemukan korban dengan sumbatan jalan nafas adalah membebaskan jalan nafas. Tindakan membebaskan jalan nafas harus segera dilakukan bila menemukan sumbatan jalan nafas tanpa menunggu selesainya penilaian breathing maupun circulation.
2)       Breathing (pernafasan).     Jalan nafas yang sudah bebas belum tentu menjamin pernafasan menjadi baik. Dalam keadaan normal frekuensi nafas orang dewasa adalah 12 – 20 kali / menit. Pada korban dengan sesak nafas perlu dilakukan pemeriksaan yang teliti, meliputi : Lihat, Dengar dan Rasa. Dengan Lihat penolong melihat pergerakan naik turunnya dinding dada. Dengan Dengar penolong mendengarkan suara nafas dengan cara mendekatkan telinga penolong di dekat hidung korban. Dengan Rasa penolong merasakan adanya hembusan udara yang keluar dari hidung korban. Bila ditemukan korban tidak bernafas ( tidak tampak gerakan dada naik turun, tidak terdengar suara nafas dan tidak terasa adanya hembusan udara melalui hidung dan mulut korban ) maka segera lakukan pernafasan buatan.
3)       Circulation (Jantung dan Peredaran Darah).      Dalam keadaan normal denyut jantung orang dewasa sehat adalah 60 – 80 kali / menit. Penentuan denyut jantung dapat dirasakan dengan meraba denyut nadi. Denyut nadi yang mudah diraba adalah denyut nadi dari arteri karotis yang terletak di sebelah sisi dalam otot leher. Bila denyut arteri karotis tidak teraba maka korban dikatakan mengalami henti jantung yang harus ditangani dengan melakukan pijat jantung luar yang merupakan bagian dari Resusitasi Jantung Paru (RJP).
          Bila terjadi kekurangan volume cairan tubuh atau kehilangan darah dalam jumlah yang banyak sehingga jantung tidak mampu mengalirkan darah keseluruh tubuh dalam jumlah yang memadai maka korban dikatakan mengalami Syok. Pada keadaan syok maka dilakukan tindakan resusitasi cairan untuk memulihkan volume cairan tubuh yaitu dengan menggunakan cairan infus yang mengandung kristaloid seperti Ringer lactat. Selama proses pemasangan infus dapat dilakukan posisi syok untuk meningkatkan aliran balik ke jantung sehingga diharapkan, aliran darah yang keluar dari jantung dapat meningkat. Untuk mencegah terjadinya syok akibat perdarahan maka penanganan pertama dari setiap luka yang disertai perdarahan adalah menghentikan perdarahan dengan menggunakan pembalut tekan pada luka.

b.       Resusitasi Korban.        Bila ditemukan korban dalam keadaan syok akibat perdarahan atau kekurangan cairan tubuh maka dilakukan tindakan resusitasi cairan untuk menggantikan cairan tubuh yang hilang. Bila ditemukan korban dalam keadaan henti jantung dan henti nafas (cardiac arrest) maka dilakukan tindakan Resusitasi Jantung Paru (RJP) untuk mengembalikan fungsi jantung dan parunya.

c.       Stabilisasi Korban.        Bila korban telah pulih setelah diresusitasi, maka perlu dilakukan tindakan pengawasan untuk mewaspadai timbulnya kembali kedaruratan pada pasien. Apabila setelah beberapa lama, fungsi vital dari korban tetap stabil tidak mengalami pemburukan maka baru bisa dipindahkan ketempat lain atau evakuasi.

d.       Evakuasi.    Bila kemampuan kesehatan lapangan tidak memadai, dan korban memerlukan tindakan lanjutan maka perlu dilakukan tindakan evakuasi kesarana kesehatan yang lebih lengkap. Evakuasi dilakukan bila keadaan penderita telah stabil untuk mencegah terjadinya pemburukan selama di perjalanan, karena bila terjadi pemburukan diperjalanan akan sulit penanganannya.

21.     Pertolongan terhadap Trauma.       Trauma dapat terjadi akibat benturan berturan benda tumpul, benda tajam dan tembakan senjata api. Apapun penyebab trauma, pertolongan pertama yang harus dilakukan adalah melakukan penilaian korban dan segera berikan bantuan hidup dasar. Pada setiap trauma, penolong harus mampu memperkirakan kemungkinan trauma tersebut  mencederai lebih dari satu alat tubuh. Misalnya luka tembak pada perut kanan, kemungkinan mencederai usus besar, usus halus, hati dan ginjal kanan, dan sebagainya.

a.       Pertolongan Pertama terhadap Perdarahan.     Perdarahan terjadi akibat putusnya pembuluh darah. Secara umum perdarahan dibagi menjadi :
1)       Perdarahan luar.      Secara langsung dapat dilihat mengalirnya darah dari tubuh korban ke luar tubuh.
2)       Perdarahan dalam.  Perdarahan timbul di bagian dalam rongga tubuh, sehingga tidak jelas terlihat adanya darah yang keluar tubuh korban.
Perdarahan apapun penyebabnya harus ditolong, karena dapat menyebabkan syok dan infeksi akibat masuknya bakteri ke dalam tubuh melalui luka. Pertolongan pertama pada luka dan perdarahan adalah dengan menekan luka dengan pembalut dengan tujuan menghentikan perdarahan dan menutup luka. Pembalut yang digunakan adalah pembalut cepat yang terdapat di Kat Prapas atau Kain Segitiga (Mitella). Dalam kondisi terpaksa improvisasi dengan menggunakan kain potongan baju, sarung dan sebagainya dapat digunakan sebagai pembalut.

b.       Pertolongan terhadap Patah Tulang.
1)       Pembagian Patah Tulang.   Secara umum patah tulang dibagi menjadi :
a)       Patah Tulang Terbuka. Yaitu patah tulang yang disertai luka terbuka pada tempat patahan, sehingga tampak bagian tulang keluar dari luka atau dicurigai patahan tulang menembus keluar pada luka.
b)       Patah Tulang Tertutup. Yaitu patah tulang yang diyakini tidak disertai luka terbuka pada tempat patahan. Jika ragu-ragu anggap patah tulang terbuka.

2)       Tanda-tanda Patah Tulang :
a)       Perubahan bentuk pada bagian yang patah yaitu : bengkak, bengkok, memendek atau tampak bagian tulang yang menonjol keluar.
b)       Terdengar suara gesekan ujung-ujung tulang yang patah jika digerakkan.
c)       Sangat sakit jika digerakkan.

3)       Pertolongan pertama pada patah tulang.
a)       Segera lakukan penilaian korban dan lakukan resusitasi jika ditemukan kedaruratan ABC.
b)       Pada patah tulang terbuka segera tutup luka dengan pembalut cepat untuk menghentikan perdarahan dan menutup luka.
c)       Imobilisasi tulang yang patah dengan pembidaian.

4)       Pembidaian.  Prinsip membidai adalah mencegah pergerakan tulang yang patah dengan mengikat tulang yang patah melampaui kedua ujung sendinya. Tujuan pembidaian adalah mencegah pergerakan tulang yang patah sehingga mengurangi rasa sakit dan mencegah agar ujung patahan tulang tidak merobek pembuluh darah, urat syaraf dan jaringan yang lain.

22.     Pertolongan terhadap Syok.  Syok terjadi bila terjadi kekurangan volume cairan tubuh atau kehilangan darah dalam jumlah yang cukup banyak sehingga jantung tidak mampu mengalirkan darah ke seluruh tubuh dalam jumlah memadai. Tanda-tanda syok adalah :
          a.       Kulit pucat dan dingin akibat gangguan pengaliran darah ke kulit.
          b.       Denyut nadi cepat dan lemah.
          c.       Gangguan kesadaran akibat aliran darah ke otak kurang.
Untuk mencegah terjadinya syok akibat perdarahan maka penanganan pertama dari setiap luka yang disertai perdarahan adalah menghentikan perdarahan dengan menggunakan pembalut tekan pada luka. Apabila terjadi syok maka tindakan yang dilakukan adalah bebaskan jalan nafas, berikan oksigen, lakukan posisi syok, pasang infus dengan kanul / surflow ukuran besar (14 atau 16), saat pemasangan infus ambil sampel darah untuk memeriksa Hb dan persiapan transfusi darah, guyur dengan cairan infus Ringer Lactate 1 l dalam waktu 30 – 60 menit sampai denyut nadi dibawah 100 kali / menit dan tekanan darah sistolik diatas 90 mmHg. Posisi syok adalah posisi dimana tungkai di angkat setinggi 45 ° sehingga diharapkan darah yang ada di tungkai mengalir ke jantung yang akan meningkatkan aliran balik ke jantung sehingga akan meningkatkan tekanan darah. Dengan meningkatnya tekanan darah tersebut di harapkan aliran darah ke otak dapat meningkat sambil menunggu masuknya cairan dari jalur infus.

23.     Pertolongan terhadap Henti Jantung.       Gejala henti jantung adalah tanda dari syok yang berat. Pada keadaan ini denyut nadi arteri karotis tidak dapat dirasakan lagi. Bila ditemukan korban dengan keadaan henti jantung maka harus dilakukan pijat jantung luar yang merupakan bagian dari Resusitasi Jantung Paru (RJP). Langkah-langkah RJP :
a.       Tentukan tingkat kesadaran korban. Sapa dan tepuk bahu / pipi korban, bila korban menjawab maka ABC dalam keadaan baik. Bila tidak ada respon maka lakukan tindakan (b).
b.       Segera panggil bantuan. Sambil menunggu bantuan segera atur posisi korban secara hati-hati dalam keadaan terlentang diatas alas yang datar dan cukup keras.
c.       Periksa pernafasan, lakukan dengan cepat sesuai urutan, lihat, dengar dan rasakan adanya pernafasan dari korban. Bila korban bernafas spontan maka RJP tidak diperlukan, jaga agar korban tetap bermafas. Jika korban tidak bernafas segera berikan nafas buatan cara mulut ke mulut sebanyak 2 kali. Evaluasi jalan nafas sesuai ketentuan pemberian nafas buatan. Jika ada hambatan segera bebaskan jalan nafas dengan cara sapuan jari atau hentakan punggung atau uluhati.
d.       Periksa denyut arteri karotis (5 – 10 detik). Jika teraba denyut nadi karotis maka korban hanya membutuhkan pernafasan buatan. Jika tidak teraba denyut nadi karotis maka korban memerlukan pemijatan jantung luar.
e.       Lakukan Pemijatan Jantung dan Pemberian Nafas buatan.

24.     Pertolongan terhadap Sengatan Panas.  
a.       Penyebab : Latihan fisik berat di tempat panas yang berlangsung lama, sehingga terjadi penumpukan panas dalam tubuh. Penumpukan panas yang sangat tinggi ini menyebabkan kerusakan pada pusat pengaturan suhu tubuh di otak, akibatnya suhu tubuh meningkat terus di atas 41° C disertai terganggunya fungsi otak, jantung dan ginjal.

b.       Gejala.
1)       Badan terasa lemah, kesadaran berubah (ngomel, sangat gelisah “seperti kemasukan setan / kena guna-guna “) sampai dengan tidak sadar.
2)       Nyeri dada, nafas cepat dan dangkal 20 – 30 kali / menit
3)       Suhu tubuh sangat tinggi ( 41° C - 42°C ).
4)       Kulit kemerah-merahan, panas, kering dan tidak berkeringat.
5)       Kejang-kejang pada otot tertentu sampai dengan seluruh tubuh.
6)       Nadi sangat cepat dan lemah, tekanan darah turun.
7)       Bibir dan muka kebiruan karena kekurangan oksigen.
8)       Penglihatan mata terpaku pada satu titik.
9)       Dapat terjadi perdarahan pada otak, ginjal dan jantung.

c.       Pertolongan Pertama : Jika ditemukan salah satu gejala tersebut diatas segera istirahatkan korban, bebaskan jalan nafas, berikan oksigen, turunkan suhu tubuh dengan membasahi tubuh korban dengan air ( gunakan es jika ada ), segera berikan infus NaCl dan evakuasi ke rumah sakit.

 

BAB VI
UPAYA PENINGKATAN KEMAMPUAN PENANGGULANGAN
KEGAWATDARURATAN

25.     Umum.        Dari berbagai pokok permasalahan yang diuraikan pada bab-bab sebelumnya, ternyata pelatihan penanganan kegawatdaruratan di Tim Kesehatan Lapangan Denkesyah 02.04.04 Palembang belum berjalan optimal, sehingga perlu adanya suatu langkah-langkah untuk mengoptimalkan sistem pembinaan dan latihan agar dapat mencapai profesionalisme prajurit kesehatan dengan mengurangi faktor-faktor yang menghambat dan meningkatkan faktor-faktor yang mendukung.
          Dalam mengoptimalkan sistem pembinaan dan latihan prajurit kesehatan sehingga terwujud satuan kesehatan lapangan yang profesinal, maka perlu dirancang suatu upaya yang mantap secara terus menerus dengan mengoptimalkan pelatihan penanganan kegawatdaruratan di lapangan terutama kegawatdaruratan yang sering ditemukan di masing-masing wilayah, secara bertahap, bertingkat dan berlanjut.
          Perlu diperhatikan bahwa kemampuan yang dimiliki oleh prajurit tidak dapat bertahan terus menerus, terjadi penurunan bila tidak mengalami pembinaan dan pelatihan. Untuk menjaga dan meningkatkan kemampuan baik perorangan maupun kesatuan perlu dilaksanakan latihan secara teratur dan terus menerus dengan materi latihan sesuai dengan sasaran yang diinginkan sehingga pembinaan dan pelatihan bagi prajurit kesehatan mutlak dan menentukan dalam keberhasilan tugas pokok.

26.     Tujuan.       Mengoptimalkan kemampuan penanganan kegawatdaruratan personel Tim Kesehatan Lapangan Denkesyah 02.04.04 Palembang dalam menghadapi tugas pokok di masa depan.
27.     Sasaran.     Dalam rangka mencapai tujuan dalam pelaksanaan latihan penanganan kegawatdaruratan perlu ditentukan sasaran-sasaran dengan skala prioritas sebagai berikut :
          a.       Mampu melakukan Bantuan Hidup Dasar.
          b.       Mampu menolong korban Syok.
          c.       Mampu menolong korban Trauma.
          d.       Mampu menolong korban dengan Henti Jantung.
          e.       Mampu menolong korban dengan Sengatan Panas.

28.     Subyek.      Pola pembinaan kesehatan TNI AD berstruktur secara bertingkat, mulai dari tingkat pusat sampai ketingkat wilayah.
a.          Kepala Kesehatan Wilayah.                    Kepala kesehatan Kodam merupakan pemegang kebijakan tertinggi di kesehatan wilayah. Dalam hal ini Kakesdam mempunyai peranan yang sangat besar dalam membentuk dan merubah pola pikir maupun kinerja dari personil kesehatan TNI AD di wilayahnya.

b.       Komandan Detasemen Kesehatan Lapangan (Dandenkeslap).  Wewenang dan tanggung jawab Dandenkeslap adalah sebagai pengendali dari kinerja Denkeslap sebagai suatu sistem, yang menentukan berjalan atau tidaknya sistem tersebut. Dengan demikian peran Dandenkeslap sangat menentukan dalam proses peningkatan kemampuan penanganan kegawatdaruratan personel Denkeslap.

29.     Obyek.        Obyek yang menjadi sasaran Optimalisasi Kemampuan Denkeslap adalah personil dari Denkeslap, yang terdiri dari tenaga dokter dan paramedis. Dokter secara fungsional akan menentukan diagnosa dan penatalaksanaan suatu penyakit, sedangkan paramedis membantu dokter sebagai suatu team dalam menegakkan diagnosa dan penatalaksanaan penderita. Kerja sama antara dokter dan paramedis yang melakukan penanganan kegawatdaruratan akan menentukan keberhasilan pelaksanaan tugas yang dibebankan kepadanya, sehingga akan menentukan wajah baik buruknya Datasemen Kesehatan Lapangan dan Kesehatan Kodam.

30.     Metode.      Dalam melakukan pembinaan dan pelatihan, tidak ada satu metodepun yang dianggap paling baik diantara metode-metode yang lain. Tiap metode mempunyai karakteristik tertentu dengan segala kelebihan dan kelemahannya. Suatu metode mungkin baik untuk suatu tujuan tertentu, pokok bahasan maupun situasi dan kondisi tertentu, tetapi mungkin tidak tepat untuk situasi yang lain. Demikian pula suatu metode yang dianggap baik untuk suatu pokok bahasan yang disampaikan oleh pelatih tertentu, kadang-kadang belum tentu berhasil dibawakan oleh pelatih lain. Adapun metode yang digunakan untuk pelatihan penanggulangan kegawatdaruratan di lapangan adalah :
a.       Ceramah.      Ceramah adalah penuturan atau penerangan secara lisan oleh pelatih di kelas. Alat interaksi yang terutama dalam hal ini adalah “berbicara”. Dalam ceramahnya kemungkinan pelatih menyelipkan pertanyaan-pertanyaan, akan tetapi kegiatan belajar prajurit terutama mendengarkan dengan teliti dan mencatat pokok-pokok penting yang dikemukakan oleh pelatih.
b.       Peragaan.     Metode peragaan merupakan metode mengajar di mana seorang pelatih, orang luar atau prajurit yang sengaja diminta untuk memperagakan suatu proses penanganan korban, seperti cara membebaskan jalan nafas, cara melakukan posisi syok, cara melakukan RJP, dan lain-lain.
c.       Tanya jawab.          Metode tanya jawab adalah cara penyajian pelajaran dalam bentuk sejumlah pertanyaan yang harus dijawab, terutama dari pelatih kepada peserta latihan, tetapi ada pula dari peserta latihan kepada pelatih.
d.       Diskusi kasus.         Metode diskusi kasus adalah suatu cara mengajar dengan cara memecahkan masalah kasus kegawatdaruratan yang sering di temui di lapangan, tiap peserta pelatihan masing-masing mengajukan argumentasinya yang memperkuat pendapatnya.
e.       Praktek.        Metode praktek adalah metode mendidik dengan memberikan materi pendidikan baik menggunakan alat atau benda dengan harapan peserta latihan mendapatkan kejelasan dan kemudahan dalam mempraktekkan meteri yang dimaksud.
f.        Aplikasi.       Apa yang telah diajarkan di aplikasikan di lapangan, yaitu praktek langsung terhadap pasien di lapangan dengan bimbingan dari seniornya (magang). Tiap anggota Denkeslap secara bergiliran dikenakan jaga di UGD di RST tk III, sehingga keterampilan penanganan kegawatdaruratan yang dimiliki tetap terjaga dan ditingkatkan.

31.     Sarana dan Prasarana.   Sarana dan prasarana yang dapat mendukung optimalisasi pembinaan kemampuan penanganan kegawatdaruratan di lapangan bagi personel Denkeslap dalam mendukung pelaksanaan tugas operasi di masa mendatang adalah sebagai berikut:
a.       Sarana. Penambahan dan pengembangan fasilitas latihan dan alat peraga yang dapat digunakan secara optimal, guna mendukung pelaksanaan pembinaan personel Denkeslap.
b.       Prasarana.  Pemanfaatan materiil yang dimiliki oleh TNI AD seperti gedung markas dan materiil umum yang dapat digunakan dalam mendukung optimalisasi pembinaan kemampuan penanganan kegawatdaruratan.

32.     Upaya.        Dalam upaya untuk meningkatkan kemampuan penanganan kegawatdaruratan prajurit kesehatan di Denkeslap, maka dilakukan beberapa tahap baik dari mulai pembentukan, peningkatan dan pemeliharaan kemampuan, agar pembinaan kemampuan penanganan kegawatdaruratan dapat mencapai  tujuan dan sasaran, dalam pelaksanaannya harus berpedoman pada proses pembinaan, metode, tataran kewenangan dan komando pengendalian yang berperan mengarahkan seluruh kegiatan.
          Pembinaan akan mencapai hasil yang baik apabila sasarannya jelas dan sesuai dengan kebutuhan serta tuntutan tugas satuan. Oleh karena itu sasaran pembinaan kemampuan penanganan kegawatdaruratan perlu dilakukan sehingga usaha dan pekerjaan serta kegiatan latihan diarahkan untuk mencapai sasaran yang dimaksudkan dalam rangka menyiapkan kemampuan personel dan satuan guna menghadapi segala bentuk penugasan dalam rangka mendukung pelaksanaan tugas pokok Kodam II/Swj.
            Melihat faktor-faktor yang mempengaruhi, baik yang timbul dari dalam Detasemen Kesehatan Lapangan itu sendiri, maupun dari luar Tim Kesehatan Lapangan, maka upaya yang dilakukan adalah:

a.        Meningkatkan disiplin dan semangat kejuangan anggota.            Berdasarkan faktor-faktor yang telah diungkapkan sebelumnya menurunnya disiplin dan semangat kejuangan prajurit dapat disebabkan oleh pengaruh kepemimpinan, tingkat kesejahteraan yang kurang dan beban kerja yang tinggi.
           Suatu kepemimpinan yang baik akan menyebabkan orang yang dipimpin akan mau dengan sukarela untuk melakukan tugas-tugas yang di bebankan padanya. Untuk mencapai tujuan  kepemimpinan tersebut dapat dilakukan dengan menerapkan :

1)        Azas-azas kepemimpinan TNI dengan metode sebagai berikut :
a)       Dalam menerapkan sebagai seorang pimpinan sebagai hamba Tuhan merupakan suatu kewajiban yang mutlak untuk menjalankan perintah dan ajaran agama yang dianut.
b)       Memberi suri tauladan di hadapan anak buah, dan diharapkan untuk  memberi contoh yang baik dan terpuji di dalam setiap tindakan, sikap dan setiap ucapan sehingga dapat memberikan motivasi dan dorongan kepada anggota untuk memberikan yang terbaik bagi satuannya.
c)       Ikut terlibat dan menggugah semangat di tengah kegiatan anak buah. Sebagai seorang pemimpin harus senantiasa berada ditengah anak buah dalam setiap kesempatan dan kegiatan, untuk membangkitkan semangat anggota dan turut bersama di dalam kegiatan yang bersifat harian periodik. Sehingga pimpinan dapat menimbulkan rasa senasib, seperjuangan dan sepenanggungan bersama-sama anggota di dalam menjalankan tugasnya, yang dapat menimbulkan kegembiraan dan warna di dalam kehidupan para anggotannya. Seorang pemimpin tidak hanya memberikan perintah tertapi harus ikut terlibat di dalam kegiatan dan selalu berada di tengah anggotanya dan senantiasa memberikan contoh yang terbaik.
d)       Mempengaruhi dan memberikan dorongan kepada anak buah. Selalu memberikan dorongan motivasi, semangat dan selalu mempengaruhi untuk melaksanakan tugas dan memberikan yang terbaik bagi satuan, keluarga, bangsa dan negara serta menjalankan tugas dengan ketulusan dan keikhlasan.
e)       Mencontohkan dan menerapkan pola kehidupan sederhana di dalam kehidupan sehari-hari, dalam keluarga juga dalam ucapan dan perbuatan. Tidak dapat terpenuhinya kebutuhan hidup  adanya tuntutan yang berlebihan dan tidak pada tempatnya akan mendorong prajurit melakukan perbuatan yang melanggar norma.
f)       Mengajarkan dan mencontohkan pada anggota untuk bersikap loyal dengan menjunjung tinggi kehormatan prajurit dengan taat terhadap perintah atasan demikian juga loyalitas dan dedikasi seorang pimpinan sepenuhnya terhadap bawahan serta loyalitas kesamping yakni sebagai rekan kerja dan sejawat.
g)       Punya kemauan, rela dan berani untuk mengambil suatu sikap yang tegas, keputusan yang tepat dan berani menanggung semua akibat dan resiko yang didapat dari semua ucapan dan tindakan yang dilakukan.

2)        Melalui sifat-sifat kepemimpinan :
a)       Menunjukkan sifat yang jujur, tabiat yang suka akan kebenaran, tulus hati dengan selalu berkata benar dan dengan setulusnya untuk menegakkan kebenaran dan keadilan.
b)       Menunjukkan kepada anggota bahwa pimpinan adalah orang yang berpengetahuan, mengerti, memahami setiap perkembangan dan perubahan ilmu pengetahuan.
c)       Berani (secara fisik dan moral), seorang pemimpin yang memiliki keberanian secara fisik dan moral tidak akan takut menghadapi situasi paling sulit sekalipun dengan pengakuan bahwa perasaan takut terhadap bahaya dan celaan itu memang ada, tetapi tetap memiliki keteguhan hati dan ketenangan.
d)       Bersikap tegas dalam mengambil keputusan sehingga mampu mengambil keputusan dengan cepat dan tepat, sehingga diharapkan dapat menghasilkan keputusan yang tepat dan yakin tindakan tersebut akan membawa keuntungan dalam kepentingan atau pelaksanaan tugas.
e)       Memiliki sikap bijaksana, adil, dan antusias dengan membuka diri untuk bergaul dengan anggota dan keluarga dan bersikap adil serta menunjukkan sikap antusias yang memperlihatkan perhatian yang tulus ikhlas dan gembira serta menunjukkan semangat yang berkobar dalam menjalankan tugas.
f)       Mempunyai kewibawaan dalam menjalankan tugas sebagai seorang pemimpin baik sikap maupun bentuk fisik.

            3)        Melalui prinsip-prinsip kepemimpinan :
a)       Seorang pemimpin harus memiliki penguasaan secara teoritis dan memiliki kemampuan secara teknis dan taktis di lapangan dengan baik. Sehingga di dalam memimpin seorang pemimpin harus memiliki kemampuan yang handal dan membanggakan dan dapat memberikan, mengajarkan ilmu-ilmu yang dimiliki kepada anggotanya untuk menghasilkan prajurit yang handal dan terlatih.
b)       Seorang pemimpin harus dapat mengenali diri sendiri dengan baik dengan mempelajari dan memahami kekurangan yang dimiliki dan mau menerima semua kekurangan tersebut dengan lapang dada kemudian berusaha untuk memperbaiki kekurangan-kekurangan yang dimiliki dengan instropeksi diri, belajar dan berlatih.
c)       Dengan meyakini bahwa setiap tugas yang diberikan dapat dimengerti dengan baik. Dilakukan pengawasan secara berkesinambungan untuk dijalankan sesuai prosedur dan perintah yang diberikan oleh atasan dengan tepat waktu dan tepat guna.
d)       Selalu mau mengenali setiap anggotanya denga baik, mengerti tentang keluarganya dan senantiasa memperhatikan kesejahteraan anggota di dalam kehidupan sebagai prajurit, guna membangkitkan semangat dan motivasi berjuang untuk memberikan yang terbaik untuk satuan.
e)       Menumbuh kembangkan rasa tanggung jawab di antara anggota dan menumbuhkan jiwa korsa dan solidaritas yang tinggi di antara sesama prajurit.

b.        Meningkatkan Perangkat untuk Penanggulangan Kegawat- daruratan.  Agar penanggulangan kegawatdaruratan di lapangan dapat berjalan secara efektif dan efisien, diperlukan perangkat kesehatan lapangan yang memadai dan disesuaikan dengan kualifikasi personel yang memegangnya, antara lain :
           1)       Kat dokter untuk dokter.
2)       Kat perawat untuk Pa atau Ba yang berkualifikasi Perawat atau Pa / Bakeslap.
3)       Kat Pembantu Perawat untuk Tawatkeslap.
4)       Kat Poslongyon untuk pertolongan di Poslongyon.
           Di Tim Kesehatan Lapangan Denkesyah 02.04.04 Palembang, perangkat yang ada adalah Kat Keslap / Kat perawat sebanyak 6 buah (sesuai lampiran H), di mana perangkat yang di miliki untuk bekal ulang di dukung dari Kesdam dengan perlengkapan yang masih kurang, terutama untuk perlengkapan oksigenasi seperti masker dan ambubag, dan perlengkapan diagnostik seperti stetoskop, tensimeter dan diagnostik set, serta penyangga tulang leher (collar brace). Untuk Kat dokter di modifikasi dari Kat perawat, dengan menambah perlengkapan yang di butuhkan yang dipinjam dari rumah sakit atau dari milik pribadi dokter yang bertugas. Untuk tabung oksigen ada 2 buah yang ukuran sedang untuk ambulan dan 4 buah yang kecil yang bisa portabel di gendong dengan ransel. Untuk pengisian ulang Oksigen tidak ada permasalahan, terdapat produsen oksigen dengan harga yang terjangkau.

c.        Meningkatkan Kemampuan Penanggulangan Kegawat- daruratan. Dalam mengoptimalkan sistem pembinaan dan latihan prajurit kesehatan sehingga terwujud satuan kesehatan lapangan yang profesional, maka perlu dirancang suatu upaya yang mantap secara terus menerus dengan mengoptimalkan pelatihan penanganan kegawatdaruratan di lapangan secara bertahap, bertingkat dan berlanjut.
           Perlu diperhatikan bahwa kemampuan yang dimiliki oleh prajurit tidak dapat bertahan terus menerus, terjadi penurunan bila tidak mengalami pembinaan dan pelatihan, apalagi kasus penyakit yang di temukan di lapangan selama bertugas memberikan dukungan kesehatan tidak terlalu banyak. Untuk menjaga dan meningkatkan kemampuan baik perorangan maupun kesatuan perlu dilaksanakan latihan secara teratur dan terus menerus dengan materi latihan sesuai dengan sasaran yang diinginkan sehingga pembinaan dan pelatihan bagi prajurit kesehatan mutlak dan menentukan dalam keberhasilan tugas pokok.
           Sasaran dari pelatihan kegawatdaruratan bagi personil Detesemen Tim Kesehatan Lapangan Denkesyah 02.04.04 Palembangperlu diprioritaskan pada kasus-kasus yang kemungkinan besar di temukan di lapangan yang sering mengancam nyawa bila tidak segera ditolong  yaitu : Memberikan Bantuan Hidup Dasar, Menolong Korban Syok, Menolong Korban Trauma, Menolong Korban dengan Henti Jantung dan Menolong Korban dengan Sengatan Panas.
           Dalam melakukan melakukan pembinaan dan pelatihan, tidak ada satu metodepun yang dianggap paling baik di antara metode-metode yang lain. Tiap metode mempunyai karateristik tertentu dengan segala kelebihan dan kelemahannya. Suatu metode mungkin baik untuk suatu tujuan tertentu, pokok bahasan maupun situasi dan kondisi tertentu, tetapi mungkin tidak tepat untuk situasi yang lain. Demikian pula suatu metode yang dianggap baik untuk suatu pokok bahasan yang disampaikan oleh pelatih tertentu, kadang-kadang belum tentu berhasil dibawakan oleh pelatih lain. Adapun metode yang digunakan untuk pelatihan penanggulangan kegawatdaruratan di lapangan adalah : ceramah, peragaan, tanya jawab, diskusi kasus, praktek, dan aplikasi.
           Kegiatan  penanggulangan kegawatdaruratan di lapangan dapat dilaksanakan dengan baik sesuai tujuan apabila dilakukan sesuai prosedur / kegiatan tahapan yang ditetapkan, adapun tahapan tersebut adalah :
1)       Tahap Perencanaan. Setelah Dandenkeslap menerima perintah untuk melakukan dukungan kesehatan baik operasi, latihan atau kegiatan lapangan lainnya, maka setelah melakukan analisa terhadap tugas yang dibebankan, dilakukan langkah-langkah perencanaan sebagai berikut :
          a)        Merencanakan latihan persiapan.
          b)        Merencanakan kebutuhan personel pendukung.
c)        Merencanakan kebutuhan alat peralatan, materiil kesehatan dan Katkeslap untuk kebutuhan tugas dan pratugas.
d)        Merencanakan kebutuhan administrasi untuk mendukung pelaksanaan tugas.
2)       Tahap Persiapan.  Setelah tugas pokok di pahami, maka segera dilakukan langkah-langkah persiapan yang meliputi :
          a)        Melaksanakan latihan persiapan.
b)        Pengecekan alat peralatan / Katkeslap untuk kebutuhan tugas dan pratugas.
c)        Pengecekan kesiapan personel.
d)        Pengecekan kesiapan kelengkapan administrasi.
e)        Melaksanakan koordinasi dengan satuan terkait tentang hal-hal yang berhubungan dengan tugas.
3)       Tahap Pelaksanaan.   Untuk memudahkan di dalam pelaksanaannya dilapangan, maka pelaksanaan penanggulangan kegawatdaruratan di lapangan dapat di kelompokkan menjadi :
          a)        Pemberian Bantuan Hidup Dasar.
          b)        Pertolongan terhadap Trauma.
          c)        Pertolongan terhadap Korban dengan Henti Jantung.
          d)        Pertolongan terhadap Korban dengan Sengatan Panas
                                                    
BAB VII
PENUTUP

34.       Kesimpulan

a.      Kemampuan penanganan kegawatdaruratan di lapangan oleh Personil  Detasemen Kesehatan Lapangan masih belum optimal, hal ini disebabkan karena pembinaan dan pelatihan yang diselenggarakan belum berjalan dengan baik.

b.       Kemampuan penanganan kegawatdaruratan yang dimiliki oleh personel   Detasemen Kesehatan Lapangan tidak dapat bertahan terus menerus, terjadi penurunan bila tidak mengalami pembinaan dan pelatihan.

c.       Untuk menjaga dan meningkatkan kemampuan baik perorangan maupun kesatuan, maka perlu dilaksanakan latihan secara teratur dan terus menerus dengan materi latihan sesuai dengan sasaran yang diinginkan sehingga pembinaan dan pelatihan bagi personel Detaemen Kesehatan Lapangan mutlak dan menentukan dalam keberhasilan pelaksanaan tugas pokok.

d.       Dalam rangka mencapai tujuan dalam pelaksanaan latihan penanganan kegawatdaruratan perlu ditentukan sasaran-sasaran dan skala prioritas yang ingin dicapai yaitu :     mampu melakukan bantuan hidup dasar, mampu menolong korban syok, mampu menolong korban trauma, mampu menolong korban henti jantung, serta mampu menolong korban dengan sengatan panas.

35.     Saran.

a.       Agar pelaksanaan tugas pokok dapat berjalan lancar maka jumlah personel Tim Kesehatan Lapangan Denkesyah 02.04.04 Palembang perlu dilengkapi, dengan demikian personel dapat mempunyai waktu untuk istirahat dan melakukan kegiatan pribadi yang dapat meningkatkan moril dan etos kerja.

b.       Untuk dapat melaksanakan latihan yang optimal, perlu dilengkapi sarana dan prasarana pelatihan kegawatdaruratan agar personel Detesemen Kesehatan Lapangan dapat terampil melakukan tindakan pada boneka sebelum kepada pasien.    

c.       Meningkatkan distribusi material kesehatan dari Komando Atas, sehingga personil Detasemen Kesehatan Lapangan dapat mengembangkan potensinya untuk memberikan dukungan kesehatan bagi personil TNI AD yang melaksanakan tugas.

d.       Apabila ada pelatihan / kursus kejuruan kesehatan lapangan seperti susjurbawatkeslap, susjurbabedahlap maupun BTLS, maka personel Tim Kesehatan Lapangan Denkesyah 02.04.04 Palembang supaya di beri kesempatan untuk mengikutinya.

1 comment: